Menjadi Martir Kristus dalam Kehidupan Sehari-hari
Sabtu, 17 Oktober 2020
Renungan
Atas Perikop Injil Lukas 12: 8-12
Fr.
Giovanni A. L Arum
Calon
Imam Keuskupan Agung Kupang
Berdomisili
di Centrum Keuskupan Agung Kupang
“Cum
autem indecent vos in synagogas, et ad magistratus, et potestates, nolite
soliciti esse qualiter, aut quid respondeatis, aut quid dicatis. Spiritus enim
sanctus docebit vos in ipsa hora quid oporteat vos dicere; Apabila orang
menghadapkan kamu kepada majelis-majelis,
atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu
khawatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu. Sebab
pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.”
(Luk. 12:11-12).
Perikop
Injil hari ini secara khusus ditujukan kepada para murid Kristus. Bagian Injil
yang kita renungkan hari ini ada dalam kesatuan dengan perikop Injil Luk. 12:1-12
yang berbicara tentang pengajaran khusus bagi murid-murid Kristus. Pengajaran
Yesus memang punya daya tarik yang kuat sehingga banyak orang berkerumun hendak
mendengar ajaran-Nya. (Bdk. Luk. 11:1).
Namun,
iman model kerumunan ini belumlah iman yang kuat. Banyak orang yang kagum
mendengar ajaran Yesus belum tentu memahami dengan benar pesan Injil yang
diwartakan-Nya. Masih banyak orang yang memiliki gambaran yang keliru tentang
Yesus sebagai Mesias Politik, yakni mesias yang berjaya sebagai raja dan akan
membebaskan mereka dari penjajahan politik. Yesus adalah Mesias Allah. Oleh
karena itu, para pengikut Yesus harus bergerak dari model “iman kerumunan”
menuju model “iman kemuridan”.
Ajaran
khusus bagi para murid Kristus adalah ajaran tentang kesetian (loyalitas) iman.
Kerumunan orang yang dengan mudah berbondong-bondong mengikuti Yesus, belum
tentu memiliki kualitas kesetiaan iman seorang murid yang sejati. Mereka ibarat
tanah berbatu, di mana benih Sabda Yesus yang jatuh dapat segera bertumbuh,
namun tidak dapat bertahan lama karena tidak mengakar dalam diri. Iman model
ini tidak imun dari pengkhianatan. Terbukti, banyak orang yang mengikuti Yesus
pada saat Yesus mengajar dan melakukan banyak mukjizat, malah tega meninggalkan Dia pada jalan salib, bahkan
mungkin turut berseru: “Salibkan Dia!”
Yesus
memberikan nasehat yang tegas kepada para murid tentang “timbal-balik
pengakuan” antara murid Kristus dan Anak Manusia (Yesus Kristus) sebagai tanda
kesetiaan dalam perjuangan mempertahankan iman sebagai seorang saksi Kristus, martyr Christi. Yesus membuka nasehat
tegas ini dengan ungkapan penuh kuasa: “Aku berkata kepadamu” (legō de hümin). Semua orang yang berani mengakui Yesus di hadapan orang lain, akan
diakui Yesus di hadapan para malaikat. Demikian pula, semua orang yang
menyangkal Yesus di hadapan orang lain, akan disangkal Yesus di hadapan para
malaikat. (Bdk. Luk. 12: 8-9).
Keselamatan
diperoleh para murid Kristus dengan kesetiaan mempertahankan imannya. Iman
harus diperjuangkan dalam kesaksian hidup yang nyata. Kata “mengakui” yang
dipakai Injil diterjemahkan dari kata “homologeό” yang juga berarti menyatakan secara publik,
bersaksi. Dengan demikian, mengakui Yesus sebagai Tuhan berarti juga harus menjadi
saksi Kristus dalam kehidupan nyata setiap hari.
Kita
harus memahami dengan baik maksud dari ungkapan Kitab Suci yang menyatakan
bahwa perlawanan kepada Anak Manusia (Yesus Kristus) akan diampuni, tetapi dosa
penghujatan kepada Roh Kudus tidak akan diampuni. Hal ini bukan berarti
penyangkalan kepada Yesus otomatis diampuni. Semua dosa tentu punya
konsekuensi. Yesus menyatakan dimensi kemurahan hati Allah yang mengampuni.
Tapi, untuk mendapatkan karunia pengampunan ini, semua orang harus masuk dalam
penghayatan iman yang benar.
Dosa
yang tidak bisa diampuni adalah dosa menghujat Roh Kudus. Mengapa? Roh Kudus
adalah Roh Allah sendiri, Roh Cinta Bapa dan Putera. Menghujat Roh Kudus
berarti dengan tegas menolak cinta Allah. Menolak cinta Allah sama artinya
dengan menutup diri dari rahmat Allah yang menyelamatkan. Dengan menghujat Roh
Kudus, seseorang dengan tahu dan mau menolak kasih Allah.
Roh
Kudus akan menyertai setiap murid Kristus yang berani memberikan kesaksian
imannya, meski dihadapi pelbagai bentuk penolakan, bahkan ancaman kematian.
Menjadi murid Kristus tidak serta-merta menjadikan diri aman dan kebal dari
segala penolakan. Yesus sendiri bahkan mengalami penolakan yang keji dalam
peristiwa salib. Luk. 1:11-12 menunjukkan bahwa para murid akan mengalami
penolakan baik dari para pemuka agama maupun penguasa dunia.
Kedua
ayat ini juga merekam situasi jemaat perdana yang mengalami banyak penolakan,
bahkan ancaman persekusi yang keji. Lukas menggemakan kembali Sabda Yesus yang
menguatkan para murid-Nya, bahwa Roh Kudus yang Ia janjikan kepada Gereja-Nya,
akan senantiasa menguatkan dan menemani saat-saat kritis di mana murid-murid
Kristus mempertahankan imannya tanpa takut terhadap pelbagai ancaman.
Hari
ini Gereja memperingati St. Ignasius dari Antiokia, seorang Uskup dan Martir.
Pada zaman Ignasius, banyak pengikut Kristus dikejar dan dibunuh oleh kaki
tangan Kaisar Trajanus yang menolak Kekristenan. Ignasius sendiri dengan tegas
mempertahankan imannya di tengah ancaman kehilangan nyawa. Ia lebih memilih
mati sebagai martir Kristus (martyr
Christi) daripada hidup sebagai seorang pengkhianat iman. Ia akhirnya
digiring masuk gelanggang binatang buas dan tubuhnya dikoyak oleh singa-singa
yang lapar. Ia telah mati sebagai martir yang menang.
Ada
beberapa hal yang dapat kita maknai sebagai pelajaran hidup: Yang pertama, hidup
beriman bukan soal ikut arus kerumunan. Kita harus masuk dalam model beriman
para murid. Untuk itu, yang perlu kita hidupi adalah kesetiaan untuk menjadi
murid yang memperjuangkan imannya dalam hidup setiap hari.
Yang
kedua, Tuhan tidak pernah menjanjikan pelangi tanpa adanya hujan badai. Menjadi
Kristen tidak serta-merta membuat kita dikecualikan dari tantangan dan ancaman
hidup. Tetapi, seperti emas yang dimurnikan dalam tanur api, demikian pula
kualitas iman kita dimurnikan melalui tantangan dan cobaan hidup yang kita
alami.
Yang
ketiga, sebagai murid-murid Kristus kita juga mengemban misi kemartiran. Kita
adalah martyr Christi (martir
Kristus) dalam kehidupan sehari-hari. Kemartiran di sini bukan soal menumpahkan
darah, melainkan kerelaan untuk menjadi saksi Kristus dalam hidup setiap hari
serta memahkotai hidup kita dengan semangat pengorbanan Kristiani.
Yang terakhir, kita juga belajar dari St. Ignasius dari Anthiokia yang dengan teguh mempertahankan imannya di hadapan ancaman mulut singa. Kita tentu memiliki pelbagai tantangan dalam hidup. Tetapi, ketika kita berani mempertahankan dan bersaksi tentang iman kita kepada Kristus, kita yakin bahwa Roh Kudus akan senantiasa menguatkan kita.
Semoga Tuhan memberkati kita sekalian. Salve!
Comments
Post a Comment