Bertobat dan Berbuah

Sabtu, 24 Oktober 2020

Renungan Atas Perikop Injil Lukas 13: 1-9

 



Fr. Giovanni A. L Arum

Calon Imam Keuskupan Agung Kupang

Berdomisili di Centrum Keuskupan Agung Kupang

 

            At ille respondens, dici illi: Domine dimitte illam et hoc anno, usque dum fodiam circa illam, et mittam stercora: et siquidem fecerit fructum: sin autem, in futurum succides eam; Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk. 13: 8-9).

            Ada satu pepatah Latin dari Lucius Seneca (4-5 SM) yang seringkali dikutip untuk mengatakan bahwa sebagai makhluk yang terbatas, manusia pasti pernah jatuh dalam kesalahan. Pepatah itu berbunyi: “errare humanum est; berbuat salah itu manusiawi”. Terkadang, pepatah ini dikutip hanya untuk membiarkan atau malah memaklumi kesalahan orang lain. Atau yang buruk, orang menyembunyikan kesalahannya di balik perumpamaan ini. Tetapi, banyak orang lupa sambungan yang tepat dari pepatah ini, yakni: “perseverare autem diabolicum; yang terus-menerus berbuat salah itu hanyalah perbuatan setan.”

            Manusia memang makhluk terbatas. Namun, ia serentak mulia karna merupakan citra Allah (imago Dei) (Bdk. Kej. 1: 27). Sebagai makhluk terbatas, tentu saja melakukan kesalahan itu manusiawi, sebab tidak ada manusia yang sempurna. Namun, hal itu tidak berarti bahwa manusia harus terus-menerus bertahan dalam kesalahannya. Manusia terarah kepada Allah. “Hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.” (Mat. 5:48). Oleh karena itu, manusia butuh pertobatan.

            Lukas adalah Injil Pertobatan. Yesus yang digambarkan dalam Injil Lukas adalah pribadi yang senantiasa memberitakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan. Yesus memperkenalkan figur Allah sebagai Bapa yang murah hati, yang selalu menanti kepulangan anak-anaknya yang tersesat. Gambaran ini bisa kita lihat dalam perikop tentang “anak yang hilang” (Bdk. Luk. 15:11-32).

            Bacaan Injil yang kita renungkan hari ini juga mengangkat dua tema yang saling berkaitan, yakni: pertobatan manusia dan kemurahatian Allah. Manusia yang telah dinodai dosa harus membersihkan diri dengan pertobatan yang sungguh. Allah senantiasa menunjukkan kemaharahiman-Nya dengan memberikan kesempatan bagi manusia untuk bertobat dan berbuah dalam hidup.

            Bacaan Injil hari ini memuat dua perikop. Masing-masing perikop menceritakan tentang dua tema besar dalam Injil Lukas, yakni: perikop pertama (Luk. 13: 1-5) berbicara tentang pertobatan, dan perikop kedua (Luk. 13: 6-9) berbicara tentang kemurahan Allah yang ditunjukkan dengan kesediaan memberi waktu bagi manusia untuk bertobat dan berbuah dalam hidup.

  Perikop pertama mengangkat kisah tentang Yesus yang mengkritik pemahaman orang-orang Yahudi zaman itu bahwa kecelakaan dan hal-hal buruk yang menimpa manusia adalah akibat dari dosa-dosanya. Ini adalah model teologi hukum khas Perjanjian Lama (Mis. Ams. 10: 24, Mzm. 38: 2-7, Yeh. 18:20). Pemahaman ini akhirnya memberikan gambaran tentang Allah yang keras dan penghukum.

            Ada dua kejadian yang diangkat Yesus untuk membersihkan pemahaman mereka yang keliru, yakni: peristiwa pembunuhan beberapa orang Galilea oleh Pilatus, di mana darah mereka dicampurkan dengan darah persembahan mereka sendiri di Bait Allah. (Ay. 1). Pilatus adalah pemimpin keji yang sering berlaku kejam bagi orang-orang Yahudi. Yesus dengan jelas menolak sangkaan mereka bahwa korban peristiwa itu memiliki dosa-dosa besar. Dengan sibuk menuduh kesalahan para korban, mereka gagal untuk memeriksa diri mereka sendiri.

            Peristiwa kedua adalah peristiwa kecelakaan yang dialami 18 orang yang tewas tertimpa menara dekat Siloam (ay. 4). Dalam pemahaman orang-orang Yahudi, kecelakaan model ini terjadi karena dosa yang mereka perbuat. Yesus membersihkan pemahaman keliru ini. Yang menentukan bukanlah peristiwa-peristiwa yang dialami kemudian, tetapi kualitas pribadi masing-masing pribadi. Intinya adalah introspeksi diri dan bertobat.

            Selanjutnya, pada perikop kedua (Luk. 13: 6-9), kita akan menemukan perumpamaan Yesus yang menunjukkan kemaharahiman Allah yang masih memperluas waktu-Nya untuk pertobatan manusia yang gagal “berbuah dalam hidup”. Perumpamaan ini menceritakan kisah pohon ara yang gagal berbuah dan hendak ditebang oleh pemilik kebun, namun diselamatkan oleh permintaan seorang pengurus kebun yang meminta kesempatan lagi kepada si tuan kebun.

          Pohon ara sering dijumpai di Palestina dan disenangi karena memberikan keteduhan dan memiliki buah-buah manis yang enak. Dalam kesadaran religius Yahudi, mereka percaya bahwa bangsa Yahudi digambarkan sebagai sebuah pohon yang ditanam Allah sendiri. Jadi, perumpamaan ini sebenanrnya menyinggung pribadi orang-orang Yahudi itu sendiri. Mereka dianggap gagal berbuah, karena ketika Sang Tuan, yakni Allah sendiri ingin menemukan buah dari pohon ara itu, namun tidak ditemukan-Nya.

            Dalam Injil dikatakan “sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya; Idou tria etē aph’ hou erchomai zētōn karpon en tē sükē tautē kai ouch heuriskō” (Ay. 7). Ungkapan “tiga tahun” mengingatkan kita pada lamanya pewartaan Yesus selama di Galilea. Artinya, kehadiran Yesus adalah tanda keselamatan yang membawa rahmat pertobatan kepada manusia.

            Mereka yang menolak pewartaan Yesus tentang pertobatan seharusnya mendapat penghakiman. Namun, Sang Pengurus Kebun, yakni Yesus sendiri masih memohonkan kemurahan hati Bapa untuk memberi kesempatan lagi. Sang Pengurus Kebun bahkan bersedia “mencangkul tanah dan memberi pupuk” bagi pohon yang gagal berbuah. Artinya, Tuhan Yesus akan turun tangan menolong “orang-orang yang gagal berbuah”, jika orang-orang itu pun sadar bahwa kesempatan kedua bukan untuk diabaikan. Mereka harus segera bertobat dan berbuah.

            Beberapa hal yang dapat kita pelajari sebagai bekal hidup dari cahaya Sang Sabda hari ini adalah sebagai berikut: Pertama, nasib nahas yang dialami oleh manusia tidak otomatis menggambarkan dosa dan kesalahannya. Kita ingat, bukan hanya orang Yahudi pada zaman Yesus saja, kita pun seringkali menuduh adanya kejadian bencana tertentu dengan besarnya dosa orang yang mengalaminya, seolah kitalah yang menjadi hakim atas mereka. Kita harus lebih banyak memeriksa diri dan bertobat. Hal inilah yang akhirnya membuat orang terkadang malah mengutuk dan mempersalahkan orang yang tertimpa bencana daripada menolongnya.

         Kedua, berbuat salah tentu manusiawi. Tetapi, terus-menerus melakukannya tanpa ada penyesalan dan kesediaan bertobat tentulah perbuatan iblis. Artinya, kita perlu terus memurnikan diri kita. Gereja menganugerahi Sakramen Pertobatan bagi kita untuk selalu memeriksa dan membenahi diri.

            Ketiga, Allah adalah Bapa yang Mahamurah. Ia selalu memberi kesempatan bagi manusia untuk membenahi diri dan mendekati-Nya. Yang perlu kita lakukan sebagai umat-Nya adalah bertobat dan berbuah. Ingat! Berbuah itu selalu terarah kepada orang lain. Buah hanya terasa manis jika dimakan oleh orang lain. Jika disimpan sendiri akan busuk. Kita perlu berlaku kasih kepada sesama. Jika tidak, iman kita tidak berbuah nyata dalam hidup harian kita.

            Semoga Tuhan senantiasa memberkati kita dalam seluruh perjuangan hidup kita hari ini. Salve!

Comments

Popular posts from this blog

Spiritualitas Yohanes Pembaptis

Berjaga-jagalah Sambil Berdoa!