Menjahit
Kembali yang Putus dan Terbelah
Refleksi
atas Pesan Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia Ke-54
Fr.
Giovanni A. L Arum
Alumnus
Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang
Calon
Imam Keuskupan Agung Kupang
Pada setiap Minggu Paskah VI, Gereja Katolik sejagat
merayakan Hari Komunikasi Sosial Sedunia. Perayaan Hari Komunikasi Sosial
secara anual ini tercantum dalam Dekrit tentang Upaya-Upaya Komunikasi Sosial “Inter Mirifica” art. 18 yang mengatakan
bahwa “supaya kerasulan Gereja yang bermacam-macam di bidang upaya-upaya
komunikasi sosial makin dimantapkan secara efektif, hendaknya di semua
keuskupan, atas kebijakan para Uskup, setiap tahun dirayakan hari komunikasi
sosial.”
Gereja menyadari bahwa upaya komunikasi sosial yang
positif dalam terang Roh Kudus menjadi hal yang urgen bagi kebaikan hidup
bersama (bonum commune). Pada tahun
ini, Paus Fransiskus mengangkat tema tentang “Hidup menjadi Cerita”. Tema ini
diangkat dari narasi Kitab Keluaran, khususnya kutipan Kel. 10:2:“Dan engkau
dapat menceritakan kepada anak cucumu tanda-tanda mukjizat mana yang telah
Kulakukan di antara mereka, supaya kamu mengetahui, bahwa Akulah Tuhan!”
Melalui tulisan ini, kita akan merefleksikan pesan
bermakna dari Bapa Suci ini bagi kita dan menjadikannya sebagai “benang-benang
harapan” untuk menguatkan tenunan iman kita dalam kesatuan dengan komunitas
Gereja, khususnya dalam melewati masa-masa sulit pandemi Covid-19 ini.
Manusia
sebagai Penenun Cerita
Paus Fransiskus dengan jelas mengatakan bahwa manusia
adalah makhluk pencerita. Sejarah manusia dibangun di atas cerita-cerita
kehidupan. Manusia tidak hanya menjadi pencerita, melainkan ia juga tergantung
pada cerita itu. Sejak kecil, kita sudah belajar menangkap makna dari pelbagai
cerita yang disampaikan kepada kita oleh orang tua. Kita belajar dari
tokoh-tokoh cerita yang akan terekam dalam alam bawah sadar dan kemudian dapat
mempengaruhi keyakinan dan perilaku hidup kita. Oleh karena itu, cerita-cerita
yang baik akan menjadi pohon berkualitas yang akan menghasilkan buah-buah yang
baik dalam kehidupan manusia itu sendiri.
Paus mengatakan bahwa kita tidak hanya “mengenakan
pakaian” untuk menutupi kerapuhan manusiawi kita (Bdk. Kej. 3:21), melainkan
kita juga “mengenakan tenunan cerita-cerita” untuk menjaga hidup kita. Sebagai
manusia yang terus berkembang dalam hidup, kita tidak dilahirkan secara lengkap
dan sempurna. Pemazmur berkata “Engkaulah yang membentuk buah pinggangku,
menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena
kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar
menyadarinya” (Mzm. 139:13-14). Kita telah menerima undangan Tuhan untuk terus
menenun keajaiban yang luar biasa dalam hidup kita.
Cerita
Destruktif: Memutuskan Benang-Benang Rapuh Kehidupan
Dalam menenun cerita kehidupan, tentu kita akan menjumpai
adanya tantangan. Tuhan tidak pernah menjanjikan kepada kita langit yang selalu
biru tanpa adanya hujan dan badai tantangan. Paus Fransiskus mengatakan bahwa
sejak awal mula, kita telah mendapatkan ancaman dari si jahat yang meliuk-liuk
sepanjang sejarah. Godaan Si Ular Tua yang membisikkan kepada manusia cerita
palsu untuk menyamai Tuhan (Bdk. Kej. 3:4) hadir dalam bentuk keserakahan dan
ketamakan untuk “memiliki dan mengonsumsi” hal-hal yang buruk.
Cerita-cerita destruktif dan menyesatkan muncul dalam
bentuk gosip dan hoaks. Banyak orang menjadi rakus untuk membicarakan hal buruk
dan bergosip serta mengonsumsi banyak kisah kekerasan dan dusta. Media-media
komunikasi yang sejatinya berperan sebagai pewarta kebenaran, kini malah
terjerembab dalam lingkaran setan “berita hoaks” yang kerapkali ditunggangi
pelbagai kepentingan yang egoistik dan destruktif.
Untuk memerangi hal ini, kita perlu mengenakan senjata
cahaya berupa keberanian untuk menolak cerita palsu dan jahat. Paus menegaskan
bahwa kita butuh kesabaran dan penegasan rohani untuk menemukan kembali
cerita-cerita yang membantu kita agar tidak kehilangan benang harapan di antara
banyaknya masalah sekarang ini.
Cerita
Allah yang Menghidupkan
Sejak awalmula, Allah adalah Sang Pencipta sekaligus
Narator utama. Melalui narasi (cerita) yang dibuat-Nya, Allah memanggil segala
sesuatu kepada kehidupan. Cerita Allah yang menghidupkan tertulis secara indah
dalam Kitab Suci. Paus Fransiskus mengatakan bahwa Kitab Suci adalah “cerita
dari segala cerita”. Kitab Suci merekam cerita cinta yang luar biasa antara
Allah dan manusia dengan titik pusatnya adalah Kristus, di mana cerita
hidup-Nya menggenapi kasih Allah bagi manusia dan pada saat yang sama juga
merupakan kisah cinta manusia kepada Allah.
Cerita Allah yang menghidupkan dalam Kitab Suci ternyata
bukanlah warisan masa lalu semata, melainkan terus hidup dalam pengalaman
harian kita sendiri. Oleh karena itu, kita perlu menimba kekuatan dari kasih
Tuhan. Kita perlu percaya bahwa Tuhan akan menemani perjalanan kita dalam
menenun benang-benang kehidupan. Melalui peristiwa inkarnasi, Allah telah
mengangkat kita sebagai anak-anak-Nya melalui perantaraan Yesus Kristus. Dalam
pengertian ini, cerita hidup manusia juga diangkat martabat dan nilainya. Paus
mengatakan “Sesudah Allah menjadi cerita, dalam arti tertentu, setiap cerita
manusia adalah cerita ilahi.”
Judul pesan Paus tahun ini diambil dari Kitab Keluaran
yang berisi kisah mendasar yang melihat campur tangan Allah dalam cerita
umat-Nya. Allah tidak pernah meninggalkan umat pilihan-Nya. Allah membebaskan
umat Israel dari penderitaan dan perbudakan di Mesir karena Ia mendengar seruan
umat-Nya. Ia menunjukkan pelbagai tanda dan mukjizat di hadapan bangsa Israel untuk
menunjukkan kasih-Nya yang tak terbatas. Kisah Keluaran ini kemudian menjadi
cerita (narasi) keselamatan yang diteruskan turun-temurun dan menjadi tanda
kehadiran Allah yang menguatkan dan menghidupkan.
Cerita
yang Menguatkan dalam Situasi Pandemi
Pesan Paus untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia yang
ke-54 ini telah ditulis sejak tanggal 24 Januari 2020 di Basilika Santo Yohanes
Lateran Roma pada Peringatan Santo Fransiskus dari Sales. Pada saat itu, situasi
pandemik Covid-19 belum seburuk saat ini. Namun, ketika pesan Paus ini dibaca
dalam konteks aktual, tentu pemaknaanya menjadi khusus. Bagaimana mewartakan
tentang cerita cinta Allah yang menyelamatkan dan menghidupkan di tengah
ancaman pandemi Covid-19 yang justru mengancam cerita hidup seluruh umat
manusia saat ini?
Paus sendiri mengatakan bahwa berbeda dengan
cerita-cerita yang buruk dan destruktif yang berumur pendek, cerita-cerita yang
baik mampu melampaui batas-batas ruang dan waktu. Cerita-cerita itu tetap
aktual berabad-abad lamanya karena memberi asupan dalam kehidupan. Cerita
keselamatan Allah yang menghidupkan akan terus bergaung dalam sejarah hidup
umat manusia. Ketakutan dan kecemasan dalam situasi pandemik ini dapat menjadi
ancaman yang dapat memutuskan “benang-benang harapan” dalam cerita hidup kita,
jika kita tidak mampu bertahan dalam iman.
Dalam situasi serba sulit ini, kesadaran iman kita
diaktifkan kembali dengan mengingat dan merenungkan kembali “cerita cinta
Allah” yang hadir dalam Kitab Suci. Cerita-cerita itu menguatkan kita untuk
tekun bertahan dalam iman yang berkanjang, sebab Tuhan tidak pernah akan
meninggalkan manusia sebagai yatim piatu. (Bdk. Yoh. 14: 18). Kita percaya
bahwa cerita keselamatan dalam peristiwa Exodus
umat Israel akan menjadi cerita Exodus
kita dalam melewati situasi pandemik ini. Kita perlu menjahit kembali benang
harapan yang putus dan terbelah dengan mengintensifkan komunikasi kasih kita
kepada Tuhan lewat doa dan juga komunikasi kasih dengan sesama dengan perhatian
dan karya amal. Menjaga jarak fisik bukan berarti kita kehilangan jarak kasih.
Cerita-cerita kasih Allah yang menghidupkan akan menjadi
pelita yang menerangi kesadaran iman kita yang mungkin telah dikepung oleh
kecemasan dan ketakutan. Melalui pesan Paus ini, kita juga belajar untuk berani
menyampaikan cerita yang benar dan menguatkan iman saudara-saudari kita
daripada menyebarkan berita bohong yang justru membawa kecemasan dan kesesatan.
Semoga cerita kelam pandemi Covid-19 dapat menjadi cerita iman yang menguatkan,
karena kita percaya pada penyelenggaraan Ilahi Tuhan.
*Diterbitkan di Pos Kupang, Selasa, 19 Mei 2020
Comments
Post a Comment