Menjadi Manusia Ekaristis
Renungan Harian Katolik
Sabtu, 13 Februari 2021
Renungan
Atas Perikop Injil Markus 8:1-10
Fr.
Giovanni A. L Arum
Calon
Imam Keuskupan Agung Kupang
Berdomisili
di Centrum Keuskupan Agung Kupang
Kisah Yesus yang memberi makan ribuan
orang adalah kisah mukjizat yang sangat terkenal dalam Kitab Suci. Namun,
apakah kita tahu bahwa dalam Injil Markus sendiri ada dua versi kisah mukjizat
penggandan roti ini? Kisah pertama kita temukan pada perikop Mrk. 6:30-44, yakni kisah Yesus memberi makan lima ribu
orang, sementara kisah kedua kita temukan pada perikop Mrk. 8:1-10, yakni kisah
Yesus memberi makan empat ribu orang. Bagaimana kita memaknai perbedaannya? Dan
untuk kisah penggandaan roti yang kedua ini, apakah maknanya bagi kita?
Dalam
kisah pertama, nuansa keyahudian sangat kental. Dari segi angka (numerologi)
misalnya. Jumlah roti yang ada pada para murid adalah 5 roti dan 2 ikan. 5
adalah angka yang menunjuk pada Taurat yang terdiri atas 5 Kitab (Pentateukh). Demikian pula jumlah orang
yang ikut makan bersama adalah 5.000 orang. Untuk jumlah ini pun dihitung hanya
untuk laki-laki. Kita tahu bahwa orang Yahudi memiliki sistem budaya
patriarkat. Kemudian, sisa potongan roti yang dikumpulkan adalah 12 bakul.
Angka 12 menujuk pada 12 suku Israel.
Perikop
Injil yang kita renungkan hari ini adalah kisah penggandaan roti versi yang
kedua, yakni Yesus memberi makan empat ribu orang. Jika kita selami dari segi
angka (numerologi), maka kisah ini lebih ditujukan kepada orang-orang non-Yahudi,
atau segala bangsa di luar Yahudi. Jumlah roti ada 7 keping. 7 adalah angka
sempurna dan universal. Jumlah sisa potongan roti yang dikumpulkan juga
berjumlah 7 bakul. Jumlah orang yang hadir adalah 4.000 orang. Angka 4 juga
merupakan angka universal yang biasa dihubungkan dengan 4 arah mata angin. Dan
dalam kisah ini, tidak disebutkan dengan tegas bahwa 4.000 orang tersebut
adalah laki-laki.
Dari
perbedaan ini, kita bisa simpulkan bahwa tawaran rahmat keselamatan dari Allah
terbuka kepada semua orang, baik Yahudi maupun Non-Yahudi. Ada satu hal menarik
juga yang bisa menunjukkan kekhasan kisah penggandaan roti versi yang pertama
(Yahudi) dan kedua (Non-Yahudi). Kata “bakul” yang digunakan pada Mrk. 6:4
diterjemahkan dari kata “kofinos”,
yakni bakul yang digunakan oleh orang Yahudi untuk membawa makanan mereka.
Sedangkan kata Yunani yang dipakai dalam perikop Injil hari ini adalah “sfuris”, yang menunjuk pada bakul yang
digunakan oleh orang-orang non-Yahudi.
Selain
makna keselamatan universal yang ditawarkan Allah kepada segenap umat manusia,
dari kisah Injil ini pula kita dapat menyelami beberapa makna. Yang pertama,
Tuhan Yesus selalu menunjukkan rasa belas kasih yang luar biasa bagi kebutuhan
manusia. Dalam Injil, selalu digunakan ungkapan “tergerak hati oleh belas
kasihan”. Ungkapan ini sebenarnya diterjemahkan dari satu kata Yunani, yakni: “splagchnizomai”, yang berarti tergerak
oleh “compassio”. “Compassio” bukan hanya sekadar rasa iba
atau terharu sesaat. “Compassio”
adalah merasakan penderitaan yang sama. Tuhan Yesus merasakan penderitaan umat
manusia. Dan Ia hendak mengangkat penderitaan itu.
Yang
kedua, Yesus mengajarkan para murid untuk berbagi dari kekurangan. Pertanyaan
Yesus: “Berapa roti ada padamu?” sebenarnya menunjukkan bahwa para murid harus
berinisiatif untuk membantu dengan segala apa yang mereka punya. Hati mereka
harus terbuka untuk menolong orang yang berkesusahan. Tuhan Yesus sendiri yang
akan menggandakannya untuk melayani kebutuhan banyak orang. Jangan tunggu
sampai berkelimpahan untuk membantu orang yang membutuhkan.
Yang
ketiga, Yesus mengucap syukur (eucharisteo)
kepada Allah sebelum membagi-bagikan roti kepada semua yang hadir. Segala
kekuatan untuk pelayanan berasal dari Allah. Dari tindakan memecah-mecahkan
roti dan memberikannya kepada banyak orang, terungkaplah makna penting berbagi
dalam hidup. Kelimpahan berkat dari Allah tidak untuk disimpan sendiri,
melainkan perlu dibagi-bagikan kepada sesama.
Yang
keempat, Yesus mengajarkan pentingnya “mengumpulkan makanan yang tersisa”. Hal
ini mungkin terkesan sederhana, tetapi menunjukkan makna yang luar biasa bagi
manusia. Kelimpahan berkat bukan alasan untuk menghambur-hamburkan rahmat Tuhan
dan menyia-nyiakannya. Mengumpulkan berarti merawat dan memberdayakan kelebihan
untuk kepentingan baik lainnya.
Dari
perikop ini kita belajar menjadi manusia Ekaristis. Manusia Ekaristis adalah
manusia yang mampu bersyukur kepada Tuhan dalam segala hal dan selalu tergerak
hati oleh belas kasihan untuk membagi-bagikan rahmat kepada orang-orang yang
membutuhkan. Setiap kali kita merayakan Ekaristi suci, kita dipanggil untuk
menjadi manusia Ekaristis, yakni menjadi “roti hidup” yang mampu berbagi kepada
sesama saudara yang berada di sekitar kita.
Semoga
Tuhan memberkati kita sekalian dengan kelimpahan rahmat-Nya. Salvete!
Comments
Post a Comment